Tuesday, February 5, 2019


Dies Natalis HMI yang ke-72 tahun, tidak dapat dipungkiri, ternyata cukup banyak menyita kalangan publik. Uforia akan hari lahirnya organisasi besutan Lafran Pane ini begitu banyak dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat diusianya yang ke 72 tahun, baik itu kader HMI, alumni, organisasisi ekstra kampus, akademisi, dan lain sebagainya, tidak terkeculai TGT.
TGT (Tuan Guru Tampan), merupakan julukan salah seorang ustadz yang berasal dari kabupaten Labuhanbatu Utara, Mulkan Darajat Silaen, MA. Seorang Ustadz kondang yang telah melanglang buana dalam dunia dakwah lintas kabupaten bahkan lintas provinsi, beliau juga merupakan salah seorang dosen tetap di Universitas Al Washliyah (UNIVA) Labuhanbatu, dan juga merupakan alumni HMI.

TGT mengungkapkan rasa haru bahagianya atas hari lahirnya HMI yang ke-72 tahun ini. Hal itu ia sampaikan melalui handphone saat berkomunikasi dengan penulis. Menurutnya, HMI selama berkiprah telah begitu banyak memberikan sumbangsih untuk kemajuan bangsa.

Selamat Milad HMI ke-72 tahun, selama berkiprah, HMI telah begitu banyak memberikan sumbangsih untuk kemajuan bangsa ini, seperti yang dikatakan oleh jendral sudirman, HMI adalah harapan masyarakat Indonesia, tentu kita berharap, agar kedepan HMI tetap konsisten dalam memajukan agama dan bangsa, hingga akhirnya misi HMI dapat tercapai, yakni masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Selain itu, beliau juga mengucapkan terimakasih kepada HMI yang telah berhasil mencetak orang-orang besar dari rahim HMI, khususnya sang pendiri HMI, Lafran Pane.
Sebagai anak kandung umat dan bangsa, sudah sepantasnyalah pencapaian HMI selama ini untuk diapresiasi, terimakasih HMI, terimakasih ayahanda Lafran Pane. HMI, teruslah berjuang untuk kemajuan umat dan bangsa, Yakin Usaha Sampai. Tandas beliau. (Labuhanbatu,5/2/19)

Monday, February 4, 2019



Bersyukur dan ikhlas
Himpunan mahasiswa Islam
Yakin usaha sampai
Untuk kemajuan
Hidayah dan taufik
Bahagia HMI.

Berdoa dan ikrar
Menjunjung tinggi syiar Islam
Turut Al-qur’an hadits
Jalan keselamatan
Ya Allah berkati
Bahagia HMI.

Ref. Youtube.com



Friday, February 1, 2019


Dalam perjalanan HMI selama setengah abad lebih, ditengah usia yang sudah senja, HMI  telah menjalani beberapa fase, paling tidak, ada 11 fase yang dilalui HMI, yaitu :

1. Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses Berdirinya HMI (tahun 1946)
Bermula dari latar belakang munculnya pemikiran dan berdirinya HMI serta kondisi obyektif yang mendorongnya, maka rintisan untuk mendirikan HMI muncul di bulan November 1946. Permasalahan yang dapat diangkat dari latar belakang berdirinya HMI, merupakan suatu kenyataan yang harus diantisipasi dan dijawab secara cepat dan konkrit dan menunjukkan apa sebenarnya Islam itu. Maka pembaharuan pemikiran di kalangan  umat Islam bangsa Indonesia suatu keniscayaan.

2. Fase Berdiri dan Pengokohan (5 Februari – 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 bulan, reaksi-reaksi terhadap HMI barulah berakhir. Masa 9 bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan silih berganti, yang semuanya itu untuk mengokohkan eksistensi HMI, sehingga dapat berdiri tegar dan kokoh. Maka diadakanlah berbagai aktivitas untuk popularisasi organisasi dengan mengadakan ceramah-ceramah ilmiah, rekreasi malam-malam kesenian.
(1). Di bidang organisasi, HMI mulai mendirikan cabang- cabang baru seperti Klaten, Solo dan Yogyakarta. Pengurus HMI bentukan 5 Februari 1947 otomatis menjadi Pengurus Besar (PB) HMI pertama dan merangkap menjadi Pengurus HMI Cabang Yogyakarta I. Hari Rabu Pon 1878, tanggal 14 RA 1366/5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam, disingkat HMI.
(2). Mengesahkan Anggara Dasar HMI. Adapun Anggaran Rumah Tangga dibuat kemudian.
(3). Membentuk Pengurus HMI :

  • Ketua : Lafran Pane (Prof. Drs. Alm.) 
  • Wakil Ketua : Asmin Nasution (Drs.)
  • Penulis I : Anton Timur Jailani (Prof. H. – MA)
  • Penulis II : Karnoto Zarkasyi (Kapten AD – BA)
  • Bendahara I : Dahlan Husein 
  • Bendahara II : Maisaroh Hilal
  • Anggota : Suwali, Yusdi Ghozali (SH), Mansyur

Ada kesan bahwa keanggotaan HMI hanya untuk mahasiswa STI. Untuk menghilangkan anggapan yang keliru itu, tanggal 22 agustus 1947, PB HMI diresuffle. Ketua Lafran Pane digantikan oleh H.M. Mintaredja dari Fakultas Hukum BPT GM, sedang Lafran Pane menjadi wakil ketua merangkap Ketua HMI Cabang Yogyakarta. Sejak itu mahasiswa BPT GM, STT mulai masuk dan berbondong-bondong menjadi anggota HMI. Di Yogyakarta tanggal 30 November 1947 diadakan Kongres I HMI.

3. Fase Perjuangan Bersenjata dan Perang Kemerdekaan, dan Menghadapi Pengkhianatan dan Pemberontakan PKI (1947- 1949).
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun ke gelanggang medan pertempuran melawan Belanda. Tepat saat Agresi Militer Belanda I 21 April 1947 sekretariat HMI di JL.Setyodingrat terkena hantaman senjata Belanda oleh karena itu anggota HMI membantu pemerintah baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing sebagai staf penerangan, penghubung, dll.
Untuk menghadapi pemberontakan Madiun 18 September 1948, Ketua PMI/Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono, Wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu pemerintah menumpas pemberontakan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung- gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam PKI terhadap HMI tertanam dan terus berlanjut sampai puncaknya pada tahun 1964-1965 yaitu gerakan penggayangan terhadap HMI menjelang meletusnya Gestapu/PKI 1965.
Pada fase ini berlangsung peringatan Dies Natalies pertama HMI di Bangsal Kepatihan tanggal 6 Februari 1948, Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia Jenderal Sudirman memberi sambutan pada peringatan tersebut atas nama Pemerintah RI. Jenderal sudirman selain mengartikan HMI sebagai Himpunan Mahasiswa Islam, HMI juga diartikan sebagai Harapan Masyakat Indonesia. Karena mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, HMI juga diartikan sebagai Harapan Masyarakat Islam Indonesia.

Pada fase ini juga berlangsung Kongres Muslim Indonesia II di Yogyakarta tanggal 20 sampai dengan 25 Desember 1949. Kongres itu dihadiri oleh 185 organisasi, alim ulama dan intelegensia seluruh Indonesia.

Di antara tujuh dari keputusannya di bidang organisasi salah satu keputusannya adalah memutuskan bahwa: Hanya satu organisasi mahasiswa Islam, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bercabang di tiap-tiap kota yang ada sekolah tinggi.

4.Fase Pembinaan dan Pengembangan Organisasi (1950-1963).
Selama anggota HMI banyak yang terjun ke gelanggang medan pertempuran membantu pemerintah mengusir penjajah, selama itu pula pembinaan organisasi HMI terabaikan. Namun hal itu dilaksanakan dengan sadar, karena ini semua untuk merealisir tujuan HMI sendiri, serta dwitugasnya, yakni tugas agamanya dan tugas bangsanya. Maka dengan adanya pengakuan kedaulatan rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berminat melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta.
Sejak tahun 1950, dilaksanakanlah usaha-usaha konsolidasi organisasi sebagai masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta. Diantara usaha-usaha yang dilaksanakan selama 13 tahun itu antara lain:
1. Pembentukan cabang-cabang baru,
2. Menerbitkan majalah sejak 1 Agustus 1954, sebelumnya terbit Criterium, Cerdas dan tahun 1959 menerbitkan majalah Media.
3. 7 kali kongres
4. Pengesahan atribut HMI seperti lambing, bendera, muts, hymne HMI,
5. Merumuskan tafsir azas HMI,
6. Pengesahan kepribadian HMI,
7. Pembentukan Badan Koordinasi (Badko),
8. Menentukan metode Training HMI,
9. Pembentukan lembaga-lembaga HMI di Bidang ekstern,
10. Pendayagunaan PPMI.
11. Menghadapi Pemilu 1955,
12. Penegasan Independensi HMI,
13. Mendesak pemerintah supaya mengeluarkan Undang-undang Perguruan Tinggi, tuntutan agar pendidikan agama sejak dari SR sampai Perguruan Tinggi,
14. Mengeluarkan konsep peran agama dalam pembangunan, dan lain-lain.

Selain masalah internal, muncul pula persoalan ekstern yang sangat menonjol. Justru karena keberhasilan HMI melaksanakan konsolidasi organisasi ada golongan yang iri dan tidak senang kepada HMI yaitu PKI.

Tidak dibubarkan dan dilarangnya PKI akibatnya pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, PKI otomatis mempunyai kesempatan untuk bangkit kembali. Tanggal 21 Februari tahun 1957, Presiden Soekarno mengumumkan konsepsinya supaya kabinet berkaki empat dengan unsur PNI, Masyumi, NU dan PKI (sebagai empat besar pemenang pemilu 1955). Berikutnya di Moskow tanggal 19 November 1957 dicetuskanlah Manifesto Moscow, yaitu satu program untuk mengkomuniskan Indonesia. Akibat itu semua, PKI tampil sebagai partai pemerintah. Masyumi, akibat penentangan terhadap kebijakan politik Presiden Soekarno, dengan Manipol Usdeknya, dengan Keputusan Presiden nomor 200: tanggal 17 Agustus tahun 1960 Masyumi dipaksa bubar. Untuk menghadapi perkembangan politik, Kongres V HMI di Medan tanggal 24-31 Desember 1957 mengeluarkan dua sikap anatar lain:
1. Haram hukumnya menganut ajaran dan paham komunis karena bertentangan dengan Islam,
2. Menuntut Islam sebagai dasar Negara. 

5. Fase Tantangan I (1964-1965)
Dendam PKI terhadap HMI yang tertanam karena keikutsertaan HMI dalam menumpas pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, menempatkan HMI sebagai organisasi yang harus bubar, karena dianggap sebagai penghalang bagi tercapainya tujuan PKI. Untuk itu dilaksanakanlah berbagai usaha untuk membubarkan HMI.
Sesuai hasil Kongres II Consetrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) organisasi mahasiswa underbow PKI di Salatiga, Juni 1961, untuk melekuidasi HMI. PKI, CGMI dan organisasi lainnya yang se-ideologi mulai melakukan gerakan secara terbuka untuk membubarkan HMI. Gerakan pembubaran HMI disokong seluruh simpatisan dari tiga partai besar yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Indonesia (PARTINDO) dan Partai nasional Indonesia (PNI) dan seluruh underbow ketiga partai tersebut yang semuanya berjumlah 42 partai. Untuk membubarkan HMI sekitar Maret 1965, dibentuklah Panitia Aksi Pembubaran HMI di Jakarta yang terdiri dari CGMI, GMNI, IPPI, GRMINDO, GMD, MMI, Pemuda Marhaenis, Pemuda Rakyat, Pemuda Indonesia, PPI, dan APPI.

Menjawab tantangan ini, Generasi Muda Islam(GEMUIS) yang terbentuk  tahun  1964  membentuk Panitia Solidaritas Pembelaan HMI, yang terdiri dari unsur- unsur pemuda, pelajar, mahasiswa Islam seluruh Indonesia. Bagi umat Islam HMI merupakan taruhan terakhir yang harus dipertahankan setelah sebelumya Masyumi dibubarkan. Kalau HMI sempat bubar, maka satu-persatu dari  organisasi Islam akan terkena sapu pembubaran.
Namun gerakan pembubaran HMI ini gagal justru dipuncak usaha- usaha pembubaran tersebut. Dalam acara penutupan Kongres CGMI tanggal 29 September 1965 di Istora Senayan. Meski PKI terus melakukan provokasi kepada Presiden Soekarno,  seperti  diungkapkan DN.  Aidit,  kalau anggota CGMI tidak bisa membubarkan HMI, anggota CGMI yang laki-laki lebih baik pakai kain sarung saja..... kalau semua front sudah minta, Presiden akan membubarkan HMI. Namun ternyata HMI tidak dibubarkan, bahkan dengan tegas Presiden Soekarno mengungkapkan dalam pidatonya:

“Pemerintah mempunyai kebijakan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kehidupan organisasi mahasiswa yang revolusioner. Tapi kalau organisasi mahasiswa yang menyeleweng itu mejadi kontra revolusi umpamanya HMI, aku sendiri yang akan membubarkannya. Demikian pula kalau CGMI menyeleweng menjadi kontra revolusi juga akan kububarkan.

Antara lain karena gagal membubarkan HMI, maka PKI sudah siap main kayu, main kekerasan. PKI takut didahului umat Islam untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah, maka meletuslah Pemberontakan G30S/PKI 1965.

6. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pejuang Orde Baru dan Pelopor Kebangkitan Angkatan 66 (1966-1968)
1. Tanggal 1 Oktober adalah tugu pemisah antara Orde Lama dan Orde Baru
2. Apa yang disinyalir PKI, seandainya PKI gagal membubarkan HMI, HMI akan tampil kedua kalinya menumpas pemberontakan PKI, benar-benar terjadi.
3. Wakil Ketua PB HMI Mar‘ie Muhammad tanggal 25 Oktober 1965 mengambil inisiatif mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), sebagaimana yang dilakukan oleh Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM) untuk menghadapi pemberontakan PKI di Madiun.
4. Tritura 10  Januari  1966: ―bubarkan  PKI,  reatol  kabinet,  dan  turunkan harga.
5. Surat Perintah Sebelas Maret 1966
6. Dibubarkan dan dilarangnya PKI tanggal 12 Maret 1966
7. Kabinet Ampera terbentuk, HMI diajak hearing pembentukan kabinet, dan alumni HMI masuk dalam kabinet. 

7. Fase Partisipasi HMI dalam Pembangunan (1969-sekarang)
Setelah Orde Baru mantap dan Pancasila serta UUD 1945 sudah dilaksanakan secara murni dan konsekuen, maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah rencana pembangunan lima tahun dan sudah menyelesaikan pembangunan 25 tahun pertama, kemudian menyusul pembangunan 25 tahun kedua. Pembangunan Indonesia menuju masyarakat adil  dan makmur bukanlah pekerjaan mudah, tetapi sebaliknya merupakan pembangunan raksasa sebagai usaha kemanusiaan yang tidak habis- habisnya. Partisipasi segenap warga negara sangat dibutuhkan. HMI pun sesuai dengan lima aspek pemikirannya, telah memberikan sumbangan dan partisipasinya dalam pembangunan: (a) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, (b) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran; (partisipasi dalam bentuk langsung dari pembangunan).

8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970-1998)
Selama kurun waktu Orde Lama (1959-1965) kebebasan mengeluarkan pendapat baik yang bersifat akademis terlebih-lebih politik terkekang dengan ketat. Suasana itu berubah tatkala Orde Baru muncul, walaupun kebebasan hakiki belum diperoleh sebagaimana mestinya. Sama halnya di penghujung pemerintahan Soeharto dianggap sebagai suatu perbedaan yang tidak pada tempatnya. Namun walaupun demikian, kebebasan datang, kondisi terbatas dapat dimanfaatkan, baik yang berkaitan dengan agama, akademik dan politik. Kejumudan dan suasana tertekan pada masa Orde Lama mulai cair terutama dalam pembaharuan pemikiran Islam yang dipandang sebagai suatu keharusan, sebagai jawaban terhadap berbagai masalah untuk memenuhi kebutuhan kontemporer. Hal seperti itu muncul di kalangan HMI dan mencapai puncaknya tahun 1970. Tatkala Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuannya dengan topik Keharusan Pembaharuan Pemikiran dalam Islam dan Masalah Integrasi Umat. Sikap itu diambil, karena apabila kondisi ini dibiarkan mengakibatkan persoalan-persoalan umat yang terbelenggu selama ini, tidak akan memperoleh jawaban yang efektif.

Sebagai konsekuensinya muncul pergolakan pemikiran dalam tubuh HMI yang dalam berbagai substansi permasalahan timbul perbedaan pendapat, penafsiran dan interpretasi. Hal itu tercuat dalam bentuk seperti persoalan negara Islam, Islam Kaffah, sampai kepada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor: 8/1985 yang mengharuskan bahwa semua partai dan organisasi harus berdasarkan Pancasila. Kongres ke-16 HMI di Padang tahun 1986, HMI menyesuaikan diri dengan mengubah asas Islam dengan Pancasila. Akibat penyesuaian ini beberapa orang anggota HMI membentuk MPO, akibatnya HMI pecah menjadi dua yaitu HMI DIPO dan HMI MPO.

9. Fase Reformasi (1998-2000)
Apabila dicermati dengan seksama secara historis HMI sudah mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan beberapa pandangan yang berbeda serta kritik maupun evaluasi secara langsung terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1995. Sesuai dengan kebijakan PB HMI, bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontasi terhadap Pemerintah. HMI melakukan dan menyampaikan kritik secara langsung yang bersifat konstruktif.
Koreksi dan kritik yang dimaksud, pertama, disampaikan M. Yahya Zaini Ketua Umum PB HMI Periode 1992-1995 ketika memberikan sambutan pada pembukaan Kongres ke-20 HMI di Istana Negara Jakarta tanggal 21 Januari 1995. Koreksi itu antara lain, bahwa menurut penilaian HMI, pembangunan ekonomi kurang diikuti dengan pembangunan politik. Masih dirasakan tingkat perubahan di tingkat politik tidak sebanding dengan apa yang terjadi di bidang ekonomi. Dalam pembangunan politik institusi-institusi politik atau badan-badan demokrasi belum maksimal memainkan fungsi dan peranannya. Akibatnya aspirasi masyarakat masih sering tersumbat. Kondisi inilah yang menutut kita, pemerintah dan masyarakat untuk terus menggelindingkan proses demokratisasi dengan bingkai Pancasila tetapi ini harus diikuti dengan pemberdayaan masyarakat. Dalam suasana demikian, proses saling kontrol akan terbangun. Selain itu HMI melihat masih banyak distorsi dalam proses pembangunan. Gejala penyalahgunaan kekuasaan, kesewenang-wenangan, praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme adalah cerminan tidak berfungsinya sistem nilai yang menjadi kontrol dan landasan etika dan bekerjannya suatu sistem.
Suara reformasi berikutnya dengan fokus yang lebih tajam, lugas dihadapan Presiden Soeharto tatkala menghadiri dan memberikan sambutan pada peringatan Ulang Tahun Emas 50 tahun HMI di Jakarta tanggal 20 Maret 1997 (satu tahun sebelum reformasi),  dimana  Taufik  Hidayat  Ketua Umum PB HMI 1995-1997 menegaskan; sekaligus sebagai jawaban atas kritik-kritik yang memandang HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI, kekuasaan atau politik bukanlah wilayah yang haram, politik justru mulia, apabila dijalankan di atas etika dan bertujuan untuk menegakkan nilai- nilai kebenaran dan keadilan. Lantaran itu, HMI akan mendukung kekuasaan pemerintah yang sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Sebaliknya, HMI akan tampil ke depan menentang kekuasaan yang korup dan menyeleweng. Ini telah dibuktikan ketika HMI terlibat aktif dalam merintis dan menegakkan Orde Baru. Demikian juga pada saat sekarang ini dan masa-masa mendatang. Kritik- kritik ini tidak boleh mengurangi rasa percaya diri HMI untuk tetap melaksanakan amar maruf dan nahi munkar.
Pemikiran  dan  reformasi  selanjutnya  disampaikan Ketua  Umum PB HMI 1997-1999 Anas Urbaningrum pada waktu peringatan Dies Natalis HMI ke-51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Februari 1998, dengan judul Urgensi Reformasi Bagi Pembangunan Bangsa yang Bermartabat. Pidato itu disampaikan 3 bulan sebelum lengsernya Presiden Soeharto 21 Mei 1998. Suara dan tuntutan reformasi telah dikumandangkan pula dalam berbagai aspek, yang disampaikan Anas Urbaningrum pada Peringatan Dies Natalis ke-52 di Auditorium Sapta Pesona Departemen Pariwisata Seni dan Budaya Jakarta 5 Februari 1999, dengan judul Dari HMI untuk Kebersamaan Bangsa Menuju Indonesia Baru. Tuntutan reformasi juga disampaikan Ketua Umum PB HMI M. Fahruddin pada Peringatan Dies Natalis ke-53 HMI di Taman Ismail Marzuki Jakarta, 5 Februari 2000 dengan judul Merajut Kekuasaan Oposisi Membangun Demokrasi Membangun Peradaban Baru Indonesia.

10. Fase Tantangan II (2000-sekarang)
Fase tantangan ke-2 ini muncul justru setelah Orde Reformasi berjalan dua tahun. Semestinya berdasarkan landasan-landasan atau sikap- sikap yang telah diambil  PB HMI  memasuki  era  reformasi  semestinya HMI mengalami perkembangan yang signifikan menjawab berbagai tantangan sesuai dengan perannya sebagai organisasi perjuangan, yang harus tampil sebagai pengambil inisiatif dalam memajukan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi justru sebaliknya HMI secara umum mengalami kemunduran, yang secara intensif disinyalir Agussalim Sitompul dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI.
Jika pada fase tantangan I (1964-1965) HMI dihadapkan kepada tantangan eksternal yaitu menghadapi PKI, pada fase  tantangan  II  ini  HMI dihadapkan sekaligus pada dua tantangan besar secara internal dan eksternal sekaligus.
Pertama, tantangan internal, kajian tentang HMI saat ini menunjukkan, bahwa dalam kehidupan sekarang dan mendatang, HMI ditantang:
1. Masalah eksistensi dan keberadaan HMI, seperti menurunnya jumlah mahasiswa  baru  masuk  HMI, tidak terdapatnya HMI di berbagai perguruan  tinggi, institut, fakultas, akademi, program studi, sebagai basis HMI.
2. Masalah relevansi pemikiran-pemikiran HMI, untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang mendasar terhadap berbagai masalah yang muncul yang dihadapi bangsa Indonesia.
3. Masalah peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang sanggup tampil dalam barisan terdepan sebagai avant grade, kader pelopor bangsa dalam mengambil inisiatif untuk melakukan berbagai perubahan yang sangat dibutuhkan masyarakat.
4. Masalah efektifitas HMI untuk memecahkan masalah yang dihadapi bangsa, karena banyak organisasi yang sejenis maupun yang lain yang dapat tampil lebih efektif dan dapat mengambil inisiatif terdepan untuk memberi solusi terhadap problem yang dihadapi bangsa Indonesia.

Sebagai jawabannya, menuntut perpecahan yang bersifat teoritis dan praktis, akan tetapi semuanya bersifat konseptual, integratif, inklusif. Sebab pendekatan yang tidak konseptual, parsial dan ekslusif tidak akan melahirkan jawaban yang efektif. Untuk itu dibutuhkan ide dan pemikiran dari anggota aktifitas kader, dan pengurus HMI di seluruh jenjang organisasi.
Kedua, tantangan eksternal, berbagai tantangan eksternal juga dihadapkan kepada HMI yang tidak skala besar dan rumitnya dari tantangan internal, antara lain:
1. Tantangan menghadapi perubahan zaman yang jauh berbeda dari abad ke-20 dan yang muncul pada abad ke-21 ini.
2. Tantangan terhadap peralihan generasi yang hidup dalam zaman dan situasi yang berada dalam berbagai aspek kehidupan khususnya yang dijalani generasi muda bangsa.
3. Tantangan untuk mempersiapkan kader-kader dan alumni HMI, yang akan menggantikan alumni-alumni HMI yang saat ini menduduki berbagai posisi strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena regenerasi atau pergantian pejabat-pejabat, suka tidak suka, mau tidak mau pasti terus berlangsung.
4. Tantangan menghadapi bahaya abadi komunis.
5. Tantangan menghadapi golongan lain, yang mempunyai misi lain dari umat Islam dan bangsa Indonesia.
6. Tantangan tentang adanya kerawanan aqidah.
7. Tantangan menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang terus berkembang tanpa henti.
8. Tantangan menghadapi perubahan dan pembaharuan di segala aspek kehidupan manusia yang terus berlangsung sesuai dengan semangat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat kompetitif.
9. Tantangan menghadapi masa depan yang belum dapat diketahui bentuk dan coraknya.
10. Kondisi umat Islam di Indonesia yang dalam kondisi belum bersatu.
11. Kondisi dan keadaan Perguruan Tinggi serta dunia kemahasiswaan, kepemudaan, yang penuh dengan berbagai persoalan dan problematika yang sangat kompleks. 

Pada fase tantangan II ini, nampaknya HMI semakin memudar dan mundur yang telah berlangsung 25 tahun sejak tahun 1980-2005.HMI tidak mampu bangkit secara signifikan, bahkan dalam dua periode terakhir PB HMI mengalami perpecahan.Karena itu, menghadapi tantangan tersebut, HMI dengan segenap aparatnya harus mampu menghadapinya dengan penuh semangat dan militansi yang tinggi. Apakah HMI mampu menghadapi tantangan itu, sangat ditentukan oleh pemegang kendali organisasi sejak dari PB HMI, Pengurus Badko, Cabang, Korkom, Komisariat, Lembaga- Lembaga Kekaryaan, serta segenap anggota HMI, maupun alumninya yang tergabung dalam KAHMI sebagai penerus, pelanjut serta penyempurna mission sacre HMI. Peralihan zaman, peralihan generasi, saat ini menentukan bagi eksistensi HMI di masa mendatang.

11. Fase Kebangkitan Kembali (2006-sekarang)
Gelombang kritik terhadap HMI tentang kemundurannya, telah menghasilkan dua umpan balik.Pertama, telah muncul kesadaran individual dan kolektif di kalangan anggota, aktivis, kader, bahkan alumni HMI serta pengurus sejak dari Komisariat sampai PB HMI, bahwa HMI sedang mengalami kemunduran.Kedua, selanjutnya dari kesadaran itu muncul pula kesadaran baru, baik secara individual dan kolektif di kalangan anggota, aktivis, kader, alumni, dan pengurus bahwa dalam tubuh HMI mutlak dilakukan perubahan dan pembaharuan, supaya dapat bangkit kembali seperti masa jaya-jayanya dulu.
Sampai sejauh mana kebenaran dan bukti adanya indikator-indikator kebangkitan kembali HMI, sejarahlah yang akan menentukan kelak. Kita semua berharap dengan penuh optimistis sesuai dengan ajaran Islam supaya manusia bersikap optimis, agar HMI dapat mengakhiri masa kemundurannya dan memasuki masa kebangkitannya secara meyakinkan.

Lantas, Bagaimana HMI ini kedepan ? Di tangan generasi sekaranglah masa depan HMI ini dipertaruhkan, tindak tanduk dari kader HMI sekarang akan menentukan kiprah HMI kedepan.
Yakinkan Dengan Iman, Usahakan Dengan Ilmu, Sampaikan Dengan Amal, Yakin Usaha Sampai.

Referensi : Modul LK I HMI Cabang Ciputat

Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan, Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir.
Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan". Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lainnya, tanpa campur tangan pihak luar.
Pada awal pembentukannya, HMI bertujuan antara lain :
1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Adapun tokoh-tokoh pemula/pendiri HMI antara lain :
1. Lafran Pane (Yogyakarta)
2. Kartono Zarkasy (Ambarawa)
3. Dahlan Husein (Palembang)
4. Siti  Zainah (istri Dahlan Husein, Palembang)
5. Maisaroh Hilal (Cucu KH. Ahmad Dahlan, Singapura),
6. Soewali (Jember)
7. Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII)
8. M. Anwar (Malang)
9. Hasan Basri (Surakarta)
10. Marwan (Bengkulu)
11. Tayeb Razak (Jakarta)
12. Toha Mashudi (Malang)
13. Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta)
14. Zulkarnaen (Bengkulu)
15. Mansyur (Palembang)

Dalam pembentukannya, HMI memiliki factor-faktor yang mendukungnya berdiri, dan factor-faktor yang juga menghambat bahkan menentang HMI untuk dibeentuk juga ada. Berikut ini beberapa faktor yang mendukung dan menghambat HMI dalam proses berdirinya.
Faktor Pendukung Berdirinya HMI
1. Posisi dan arti kota Yogyakarta :
Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI  dan Kota Perjuangan
Pusat Gerakan Islam
Kota Universitas/ Kota Pelajar
Pusat Kebudayaan
Terletak di Central of Java

2. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa

3. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia

4. Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)

5. Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).

6. Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir

7. Ummat Islam Indonesia mayoritas

Faktor Penghambat Berdirinya HMI :
Munculnya reaksi-reaksi dari :
a. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
Karena bagi Malino Ahmad (ketua PMY) merupakan tantangan untuk melebarkan pengaruhnya di kalangan mahasiswa dan cendekiawan yang saat itu dibutuhkan sekali, maka PMY (termasuk PSI) melancarkan propagandanya bahwa HMI pemecah belah mahasiswa. Rekasi ini bersifat ideologis, karena PMY yang jelas tidak beragama.
b. Gerakan Pemuda Islam (GPII)
Lafran pane adalah orang yang belum dikenal oleh Masyumi maupun GPII, dengan sendirinya dicurigai karena ada kekuatan Islam yang tumbuh diluar Masyumi. GPII yang pada waktu itu berorentasi kepada Masyumi secara spontan Ia memberikan realisasi atas kelahiran HMI. Isu yang dilancarkan oleh PMY temasuk oleh GPII ialah bahwa HMI merupakan pemecah pemuda dan umat Islam. Persoalannya pada Lafran Pane bukan karena tidak setuju dengan Masyumi dan GPII, tetapi yang urgen organisasi harus bersifat independen.
c. Pelajar Islam Indonesia (PII)
Kendati PII berdiri pada tanggal 4 Mei 1947 (lebih muda dari HMI), tetapi ia juga memberikan reaksi atas kelahiran HMI dengan motif yang hampir sama dengan GPII, karena anggota dan pengurus PII terdapat juga rekan-rekan dari GPII. Sikap tidak setuju ini mereka cetuskan dalam kongres I PII di solo tanggal 14-16 Juli 1947. Namun kemudian PII berubah sikap tatkala PII melakukan Konferensi besar I, di Ponorogo pada tanggal 4-6 November 1947. Setelah Lafran Pane diminta menjelaskan maksud dan tujuan serta latar belakang sejarah berdirinya HMI, yang pada pokoknya, bidang kemahasiswaan bukan merupakan bidang garap, bidang PII maupun GPII, karena ia mempunyai ciri tersendiri, untuk itu HMI hadir. Sehingga pembagian lapangan kerja dari berbagai aspek kemasyarakatan terlaksana. Sejak itu PII maupun GPII menerima dan memahami kehadiran HMI.

Referensi : Ringkasan Materi Perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam, HMI Koordinator Komisariat Universitas Indonesia.
HMI didirikan oleh Prof. Lafran Pane pada 5 Februari 1947 atau bertepatan dengan 14 Rabiul Awal 1366 H. Ditengah situasi Indonesia mempertahankan kemerdekaannya, HMI menjadi harapan masyarakat Indonesia pada saat itu. Seperti yang dikatakan oleh Jenderal Besar Sudirman, bahwa HMI adalah harapan masyarakat Indonesia. 
HMI diprakarsai oleh sosok pemuda yang cerdas, dan itu ada dalam diri Prof. Lafran Pane. Seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I.
Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis kerab mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan bukan anak sekolah yang rajin adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak ia lalui dengan Normal dan lurus itu (Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah). Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan dirinya untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HmMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya.
Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu, perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.

Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI, dapat dipaparkan secara garis besar karena beberapa faktor, sebagai berikut :
1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan.
Aspek Politik: Indonesia menjadi objek jajahan Belanda.
- Aspek Pemerintahan: Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda.
- Aspek Hukum: hukum berlaku diskriminatif.
- Aspek pendidikan: poses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.
- Ordonansi guru.
- Ordonansi sekolah liar.
- Aspek ekonomi: Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah.
- Aspek kebudayaan: masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia.
-Aspek Hubungan keagamaan: Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran.
2. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran Islam.
3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
4. Munculnya polarisasi politik
5. Berkembangnya faham dan Ajaran komunis
6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
7. Kemajemukan Bangsa Indonesia
8. Tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan

Referensi : Ringkasan Materi Perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam, HMI Koordinator Komisariat Universitas Indonesia.



Jika ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang berdirinya HMI.

1. Situasi Dunia Internasional
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran umat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran umat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika umat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu, maka pada saat itu pulalah kemunduran menghinggapi umat Islam.
Akibat dari keterbelakangan umat Islam tersebut, maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh (Kaffah). Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan yang ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rasullulah SAW.

Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pembaharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.

2. Situasi NKRI
Pada tahun 1596, Cornelis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
1. Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
2. Missi dan Zending agama Kristiani.
3. Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan proses panjang secara terus menerus,  atas rahmat Allah SWT, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta, Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

3. Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HmI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :
Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

4. Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri.
Pertama: Sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". 
Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta, dimana kedua organisasi ini disinyalir dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahasiswaan, hingga akhirnya menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan qalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

Referensi : Ringkasan Materi Perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam, HMI Koordinator Komisariat Universitas Indonesia.

Pengunjung

Pengumuman..!

Pengumuman..!
Pengumuman

Total Pageviews

Powered by Blogger.

Popular Posts